KAMPUS
TERCINTA IISIP MENJADI LEMBAGA PENGUJI STANDAR KOMPETENSI WARTAWAN (SKW)
Jakarta-18
Desember 2012 Kampus Tercinta Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP)
Jakarta Selatan, dipercaya Dewan Pers sebagai institusi lembaga penguji kompetensi wartawan Indonesia dari tiga
perguruan tinggi di Jakarta.
Perguruan tinggi
lainnya adalah Universitas Indonesia dan
London School. Dewan Pers menetapkan IISIP sebagai lembaga penguji Standar
Kompetensi Wartawan (SKW). Penyerahan sertifikat langsung diserahkan ketua
Dewan Pers Bagir Manan kepada rektor IISIP Maslina W. Hutasuhut pada acara kelas pakar tamu sekaligus
memperingati hari jadi Kampus Tercinta IISIP ke-59 yang dihadiri mahasiswa jurnalistik,
18 Desember 2012.
Menurut Wina
Armada, IISIP ditetapkan sebagai lembaga penguji kompetensi wartawan setelah
Dewan Pers melakukan verifikasi pada tanggal 5 Desember 2012. Setelah verifikasi
akhirnya pada tanggal 13 Desember 2012 Dewan Pers memutuskan IISIP sebagai
lembaga penguji Standar Kompetensi Wartawan. IISIP yang kini berusia 59 tahun
telah teruji dalam dunia pers, yang sebagian besar berprofesi sebagai wartawan
handal sehingga tidak ragu Dewan Pers untuk menetapkan sebagai lembaga penguji
kompetensi wartawan yang berlaku secara nasional.
Maslina W.
Hutasuhut selaku rektor IISIP sebelumnya mengungkapkan, kurikulum yang
diberlakukan di IISIP telah diakui dan diakreditasi pihak-pihak yang
berkompeten. Menghasilkan wartawan yang handal bukan hal yang mudah, maka dari
itu IISIP banyak merekrut dosen praktisi untuk mengajar di IISIP. Setelah IISIP
menerima sertifikat sebagai lembaga penguji Standar Kompetensi Wartawan,
Maslina berharap para dosen yang dipercaya sebagai penguji agar melaksanakan
amanah tersebut dengan baik dan bertanggungjawab.
Gantyo Koespradono
salah satu dosen dan dosen lainnya, dipercaya untuk menguji kompetensi. Menurut
Gantyo, amanah yang diberikan sebuah kepercayaan yang layak untuk dihargai, dipertanggungjawabkan
dan berkomitmen untuk tegas dan tidak mempermainkan kepercayaan Dewan Pers
dalam melakukan uji kempetensi wartawan Indonesia. Kalau memang tidak kompeten,
tidak lulus sebagai wartawan.
Standar Kompetensi
Wartawan juga berlaku bagi mahasiswa IISIP lulusan sarjana dan akan bekerja
sebagai wartawan, sebaiknya mengikuti uji
kompetensi wartawan. “boleh saja lulusan IISIP menyandang gelar sarjana
komunikasi-jurnalistik, tapi belum tentu ia memiliki kompetensi sebagai
wartawan,” ungkap Dedet Rohullah Bur yang juga ditetapkan sebagai penguji. Faktanya,
di lapangan ketika pers telah menjadi industri dan informasi terbuka lebar, siapapun
dengan gampang mengklaim dirinya sebagai wartawan atau pewarta yang telah
bekerja di perusahaan-perusahaan yang memproduksi berita atau informasi.
Tidak dipungkiri,
stigama bahwa pers adalah pahlawan kebebasan masih melekat di masyarakat. Stigmatisasi
ini yang membuat wartawan sombong dan kemudian menyatakan kebebasan yang
dimilikinya tanpa batas. Bagir Manan mengungkapkan pada kuliah umum yang
dilaksanakan di IISIP seusai menyerahkan sertifikat, pers sebagai institusi
politik, harus menjalankan fungsinya sebagai alat kontrol dan pembentuk opin
publik dengan baik.
Pers atau wartawan
jangan terlalu memboroskan kebebasan yang dimiliki tersebut, jangan memelihara
prasangka buruk saat menjalankan sebagai pengontrol. Saat pers berada di era industri,
kepentingan bisnis kerap mengalahkan kepentingan idealisme. Maka dari itu
pentingnya uji kompetensi wartawan diberlakukan. Selain perguruan tinggi yang
ditunjuk, lembaga lain yang juga berwenang menguji kompetensi wartawan adalah
organisasi wartawan, perusahaan pers yang telah ditunjuk, dan lembaga-lembaga
pelatihan pers. (YMJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar